Minggu, 23 November 2014

BUBBLE GUM



            Permen karet… aku masih ingat ketika dia memainkan permen karet dalam mulutnya. Sungguh itu membuatku jijik berada di dekatnya. Tetapi kini aku mengerti itu justru jadi ciri khas dirinya. Namanya  Rama tetapi aku lebih akrab memanggil teman kecilku itu Ara. Kami berteman sejak usia kami 10 tahun.
            Saat itu ayahku bekerja dengan ayah Ara. Semenjak aku mengenal Ara kami selalu bersama. Awalnya aku dan Ara tak seakrab saat ini. Kata ayahku setiap ayah pulang bekerja Ara selalu memaksa untuk ikut. Atas seijin ayah Ara ayah pun memperbolehkan Ara untuk tinggal di rumahku.
            Saat itu aku benar-benar kesal pada ayah karena menurutku semenjak  Ara tinggal serumah denganku perhatian ayah padaku berkurang bahkan terkadang ayah lebih membela Ara daripada aku. Ayah lebih menyayangi Ara. Apapun yang Ara inginkan selalu ayah turuti, sedangkan aku di nomor duakan.
            Karena aku merasa iri akhirnya aku meminta ayah untuk membawa Ara pulang ke rumahnya. “ayah menyayangi Ara sama seperti ayah menyayangi Vena”, kata ayah padaku. Aku menangis seraya memeluk ayahku. Tetapi ayah tetap membawa Ara pulang ke rumahnya.
*   *   *
           
          Semenjak ayah membawa Ara pulang rumah serasa sepi. Tak ada lagi suara ribut aku dan Ara. Biasanya hal sesepele apapun selalu saja diributkan oleh kami. Bahkan ibuku sering terlihat melamun dan duduk seorang diri. Hatiku jadi iba saat ibu bilang rumah terasa sepi semenjak Ara pulang, aku jadi berpikir untuk Ara kembali.
            Aku bergegas lari menuju halaman rumah ketika aku mendengar suara mobil ayahku. Aku lihat ayah turun sambil membawa sesuatu di tangan kanannya. Ayah tersenyum kepadaku. “Apa itu ayah?” … sebuah boneka cantik untukku. “Ini dari Ara untuk Vena. Kata Ara dia ingin bermain sama Vena,” kata ayah. Aku memeluk erat ayah.
            Sejak saat itu aku lihat ayah selalu membawa Ara pulang ke rumah. Tidak seperti dulu aku merasa senang melihat Ara datang dan dengan ciri khasnya yaitu permen karet di mulutnya. Ara turun dari mobil dan berlari ke arahku. Kami jadi sering bermain bersama, aku juga tisak kesepian lagi ketika berada di rumah.
            Hingga suatu hari ….
Datang kabar buruk dari keluarga Ara. Ayah Ara kecelakaan dan kabarnya sekarang masuk rumah sakit. Saat itu pikirku kalau orang masuk rumah sakit itu berarti orangnya sakit parah. Mendengar itu aku yang sedang asyik bermain di taman bersama Ara langsung bergegas menuju rumah sakit bersama ayah dan ibuku. Aku kasihan pada Ara, sedari rumah ia terus saja menangis dan memanggil-manggil ayahnya. Oh... Ara! Aku tahu benar perasaanmu saat ini, oasti kau terpukul bukan?
            Ketika sampai di rumah sakit kami langsung menuju ruang  IGD. Terlihat ayah Ara terbaring didalam sana, tak bergerak… “ Ayah… ayah... ini Rama, bangun Ayah lihat Rama.” Rengekan Ara membuatku tak kuasa melihatnya.
*   *   *
            Seminggu setelah itu, kondisi ayah Ara semakin membaik. Aku senang melihat Ara kembali tersenyum, walaupun Ara tak sempat bermain ke rumah tapi aku mengerti Karena dia juga ingin menemani ayahnya. Dengan seijin ayah, sepulang dari sekolah aku selalu menjenguk ayah Ara.
            Waktu berlalu… harapan ku ayah Ara diperbolehkan pulang ke rumah. Tetapi kondisinya justru memburuk. Aku dengar penyebabnya karena ayah Ara shock mendengar proyeknya dibatalkan oleh rekan bisnisnya. Hal itu membuat ayah Ara melemah dan mempengaruhi kesehatannya.
            Malam ini aku dan ayah menemani Ara dirumah sakit. Aku tak bisa tidur. Aku terus memandangi wajah imut Ara yang sedang tidur. Lucu sekali… tiba-tiba aku lihat ayah Ara menrintih kesakitan. Aku panic dan tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku membangunkan ayahku dan Ara. Ayah langsung memanggil dokter. Ayah Ara kejang-kejang. Aku takut, sedangkan Ara terus memeluk ayahnya dan menangis. “Ayah… ayah kenapa? Bilang sama Rama mana Yah yang sakit?” sungguh ini pemandangan yang membuat aku tak mampu menahan air mataku. Aku pun ikut menangis. “ Om kenapa Yah?” tanyaku pada ayah. Ayah hanya diam dan mengendong aku. Aku terus menangis melihat kondisi ayah Ara yang seperti itu.
            Setelah 2 menit lamanya dokter memeriksa ayah Ara. Kulihat ayah Ara kaku dan tak bergerak. Aku tak mengerti mengapa dokter menyelimuti ayah Ara sampai ke kepala nanti ayah Ara tidak bisa bernafas. Kemudian dokter itu berkata pada ayahku “ Maaf Pak, kami sudah usahakan yang terbaik, tetapi Tuhan berkata lain.” Dokter itu bilang apa ke ayah kenapa ayah menangis dan memelukku dan juga Ara. “Ayah kenapa Pak?” Tanya Ara. “Ayahmu sudah tiada Nak.” “Meninggal maksud ayah? Ayah Ara meninggal?” ayah mengangguk. Kau pasti tahu perasaan Ara bukan! Yah.. aku tahu rasanya. Benar-benar berat.
            Hari ini pemakaman ayah Ara. Dua jam lebih Ara menangisi makam ayahnya. Dia benar-benar berbeda. Seharian Ara terus menangis. Bahkan Ara juga tidak mau sekolah, Ara memilih mengurung diri di kamarnya. Seminggu terakhir ayahku menginap dirumah Ara untuk menemani Ara.  karena sepeninggalan ayah Ara rumah itu hanya dihuni 3 orang saja, yaitu Ara, tukang kebun, dan juga bibi. Kata ayahku sudah dua hari Ara tidak mau makan.
            Aku kasihan pada Ara. Aku ingin sekali menghiburnya. Kemudian aku dengar bahwa Ara jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit, aku diajak ayah untuk menjenguk Ara. Ara terbaring di atas tempat tidur. “Hay Ara? apa kabar?” Ternyata Ara merespon pertanyaanku. Kami berdua pun terhancur dalam cerita kami. Dan akhirnya lama-kelamaan kondisi Ara membaik dan diperbolehkan untuk pulang. Senangnya.. Ara mau menginap lagi di rumahku. Selama di rumahku Ara bisa kembali tertawa dan bermain lagi denganku.
            Lima bulan berlalu …
Karena kini Ara yatim-piatu. Jadi ayah dan ibuku memutuskan untuk mengangkat Ara sebagai anak mereka. Sekarang aku jadi punya seorang kakak deh. Kami dibesarkan oleh ayah dan ibu tanpa membeda-bedakan, kasih saying orang tua ku juga sama seperti dahulu.
            *   *   *
            Hingga aku dan Ara tumbuh dan berkembang menjadi remaja seperti saat ini. Ara tetap jadi kakakku. Dia baik, penyabar, bahkan dia juga sering menegurku kalau aku punya salah. Kini kami hidup bersama menjadi keluarga yang bahagia.

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar