Kamis, 20 November 2014

JUST STORY

Zevana… dialah sahabatku. Bahkan mungkin dialah kakakku. Dia selalu ada untukku … apapun pendapatku yang dinilai orang tak menarik tetapi beda dengan Zevana dia sepemikiran dengan aku. Aku mengenalnya baru-baru ini tetapi kalau dilihat seperti kami mengenal sudah begitu lama. Apapun yang ku perbuat dia pun perbuat. Itulah aku dan Zevana …. Seperti layaknya kakak-adik kami selalu bersama. Bahkan kalau orang bilang “di mana ada gula pasti disitu pula ada semut” sama seperti aku dan Zevana. Di mana tempat disinggahi olehku pasti di situ pula Zevana bersamaku. Apapun itu dan bagaimanapun pembicaraannya yang mungkin tak sembarang orang mengerti tapi kami selalu nyambung, kami kompak dalam hal apapun.
                                                                             * * *  

Hari-hari kami lewati. Masalah apa saja kami bahas berdua. Hanya kami yang tahu segalanya. Ketika tertawa, menangis, kesal tetap kami lewati berdua. Sama seperti sahabat yang lain, kami juga membagi pemikiran satu sama lain, kami saling mempercayai. Apapun masalahnya kami pecahkan berdua. Hingga suatu hari Zevana sakit, aku benar-benar takut kehilangan dia. Dia bagaikan saudaraku. Sakitnya sakitku pula. Aku menangis karenanya. Aku mengenal dekat keluarga Zevana. Aku mengenalnya lebih dari seorang sahabat biasa. Aku menyayanginya seperti aku menyayangi kakakku. Aku rela menggantikan posisinya yang sedang sakit. Ketika dia sakit aku benar-benar kesepian mungkin itu yang aku pikirkan. Pagi harinya aku lihat Zevana menghampiriku di meja kelasku. Aku senang melihat Zevana kembali masuk ke sekolah. Aku ingin dia terus tersenyum seperti saat ini. Aku tak ingin dia jatuh sakit, kalau Tuhan ijinkan aku ingin sakitnya Zevana dibagikan padaku.
                                                                       * * *
Masa remaja adalah masa di mana semua orang mulai mengenal cinta. Aku dan Zevana pun begitu. Kami memiliki cinta kami masing-masing. Tetapi tak jarang juga kami melirik seseorang yang sama. Tetapi kami berjanji suatu hari nanti apabila kami benar-benar harus memilih satu lelaki yang sama, kami akan lebih rela untuk kehilangan dia daripada menghancurkan kebersamaann kami saat ini. Walaupun sedekat apapun seseorang, mustahil bisa mengenal orang yang sama. Wajar kalau hanya satu tetapi ini lebih dari satu bahkan puluhan orang. Aku heran apakah aku dan Zevana ini benar-benar ditakdirkan untuk selalu satu pemikiran, kenapa orang yang ku kenal Zevana juga mengenalnya. Tapi itu tak membuat kami ribut atau curiga, akupun tak mencurigainya. Aku pikir memang banyak orang bilang bahwa dunia ini tak seluas yang terihat. Tapi ternyata sebaik apapun seseorang pasti punya sisi negatif. Dan sedekat apapun seseorang pasti dia juga punya teman lain. Kepercayaanku pada Zevana ternyata di salahgunakan olehnya. Aku sungguh kecewa. Dia dekat denganku karena saat itu dia sedang tidak akur dengan temannya. Aku lebih kecewa lagi karena aku tahu itu justru dari orang lain. Aku hanya diam dan tak berpikir untuk menjauhinya. Aku tetap mempercayai dia. Bagiku Zevana adalah orang yang baik. Setiap orang pasti punya kesalahan, tapi aku tak berhak untuk dendam padanya. Aku cukup tahu sikap Zevana, bahkan aku tahu lebih..
                                                                       * * *
Sejauh ini semua berjalan baik, masih seperti biasanya. Tak ada masalah apapun. Aku melupakan segala keburukannya. Aku menutup telinga dan mataku, aku tak mempercayai semua kata orang tentang Zevana. Aku tetap menganggap Zevana itu baik padaku.. itu yang ku tahu ….. Seiring berjalannya waktu, sikapnya mulai berbeda. Dibelakang ku dia membicarakan aku. Zevana menusukku … Kepercayaanku, yang dia tahu tentangku dia umbar ke semua orang. Aku benar-benar takut semua yang ku ceritakan padanya di umbar. Ternyata aku salah menilai dia , ku pikir dia itu bisa dipercaya. Tangisan air mataku kini tinggal tangisan. Aku tak pernah berpikir untuk membalasnya walaupun apa yang saat ini menimpaku sangat menyakitiku. Apa salahku pada Zevana aku tak pernah tahu, yang ku tahu terakhir kami masih baik-baik saja. Kenapa semuanya tiba-tiba berubah derastis seperti ini. Kalau pun di tanya aku marah pada Zevana. Tapi dia yang ada dalam benakku hanyalah bahwa dia masih kakakku. Kini setiap aku berpapasan dengan Zevana tak ada lagi tegur sapa, tak ada lagi tawa. Saat ini kami benar-benar tak saling mengenal satu sama lain. Banyak orang berusaha menyatukan kami kembali tapi mungkin sulit bagiku untuk kembali seperti sedia kala, karena kesalahan Zevana kali ini membuat aku sulit memaafkan dia. Tidak hanya memaafkannya untuk mempercayai orang yang membuat kesalahannya dua kali itu sangat sulit.
                                                                          * * *
eperti mendung di hari senja yang kemudian turun hujan deras. Itu kondisiku saat ini. Walau banyak orang telah melihat keburukan Zevana …aku tidak sempat melihat keburukannya. Aku sibuk dengan rasa percayaku. Sekarang aku dapatkan akhirnya. Semua hal yang ku ceritakan diputar balikkan olehnya. Dia memang pandai berakting, bermain kata. Aku hanya cukup mengalah. Aku pernah sekali melihatnya menangis di depan teman-temanku. “Haah.. air mata palsu, semua itu settingan. Kau pandai bersilat lidah” batinku. Khayalan, fiktif, semua kata itu ditujukan padaku. Aku benar-benar sakit hati. Apa maksudnya? Apa kau tak ingat siapa yang ada saat kau dimusuhi oleh teman-temanmu. Siapa yang membelamu ketika kau di pojokkan, dihina? Aku menangis tapi menangis darah. Kalian tak pernah tahu rasanya ditusuk sahabat sendiri. Segala cara dihalalkan untuk menjatuhkan aku. Apa kau tak pernah berpikir kalau aku lakukan hal yang sama padamu Zev? Kau hancur seketika itu juga. Kau umbar burukku tapi kau tak menyadari keburukkanmu jauh lebih menjijikkan dariku. Aku memperhatikan Zevana dalam diamku. Aku tahu dia itu diam tapi tak pernah benar-benar diam. Di balik segalanya dia itu serigala. Yang ku tahu aku menyesal dahulu tak mengubris kata orang yang bilang bahwa tak baik terlalu dekat dengan Zevana. Kakakku pun melarang keras, tapi sikap ku yang keras kepala dan aku yang tak mudah percaya pada kata orang … sekarang aku mengalaminya sendiri. Menanggung malu bukan karena kabar yang dia umbar tapi lebih karena aku yang tak pernah sempat mengubris kata orang yang justru lebih tahu banyak.
                                                                               * * *
Waktu berjalan dan terus merangkak menyusuri hari. Hari berganti. Bulan berlalu. Aku yang awalnya merencanakan sesuatu untuk ku berikan pada Zevana waktu dia ulang tahun yang ketujuhbelas semua itu ku bakar habis. Harapannya aku membakar semua ini aku juga membakar rasa sakit hatiku pada Zevana. Tapi ternyata itu tak sepenuhnya berhasil. Butuh waktu untuk mengembalikannya. Dibantu sang waktu aku perlahan mulai melupakan masalah, sakit hati juga berangsur hilang. Aku ambil amanahnya dari hal ini … dari perbuatan yang dilakukan oleh Zevana. Aku kini tahu orang yang polos, kaku, diam tak selalu menyenangkan. Bisa jadi dia musuh dalam kepercayaanmu. Mungkin dia sedang mencari musuh lain. Tapi aku tak akan peduli. Sejak saat itu aku jauh.. jauuh.. bahkan sangat .. sangat jauh dari dia. Aku menggangapnya monster. Dibantu psikolog dan nasehat dari semua teman, aku berhasil menghilangkan duka dan lukaku. Sekarang aku senang, lega karena justru dari kejadian ini semua aku bisa jadi AKU yang lebih baik lagi. Aku biarkan aku melayang dihidupku, dan aku biarkan Zevana tenggelam menikmati ZEVANA LAND. Saat ini dia boleh merasa menang tetapi orang yang bangga pada kemenangan yang dia dapat secara licik itu justru akan berbalik menjatuhkan harga dirinya sendiri. Zevana hanya orang lemah tanpa ORANG-ORANG itu.
                                                                            * * *
Aku memang bukan peran protagonis tapi juga bukan seorang antagonis. Aku yaa aku… Aku punya sisi jahat, tapi aku juga berpikir untuk berbuat jahat. Kalau hal yang dilakukan orang itu salah tapi tak pernah mengangguku tak merugikan aku, aku tak ingin mencampurinya. Setiap orang melakukan hal yang salah tetapi pasti dia juga punya alasan tersendiri yang cukup hanya dia yang tahu. Tanggungjawab dia pada penciptanya. Karena aku tahu kalau aku mencampuri, aku justru akan menghancurkan hidupnya perlahan. Itu jauh lebih jahat. Aku pun merasakan.. aku pasti juga punya kesalahan. Karena aku hanya seorang manusia yang juga sama tak sempurna. Aku yakin Zevana juga punya kesalahan bahkan lebih besar dari apa yang ku lakukan. Sejujurnya aku berharap Zevana dan aku kembali bersama seperti dahulu. Berbagi tawa, canda, suka, dan juga duka. Tapi itu mustahil. Aku terpaut jauh dengannya. Tak lagi dekat. Bagaikan sampah yang terbuang, tak berguna yang tak pernah untuk dipunggut kembali. Ini cerita sekaligus pelajaran.. mungkin kalian hanya terdiam tak mengerti, tetapi apabila kalian mengalaminya pasti kau akan tahu …. !!! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar