Malam ini tubuhku terasa lunglai.
Ditambah lagi penat dan letih yang kurasakan. Air hujan yang terus menerpa
wajahku. Ingin rasanya aku kembali ke rumahku. Karena malam pun semakin larut,
namun kuurungkan niatku. “untuk apa aku kembali? Siapa yang peduli kalau aku
pergi?” pikirku. Saat itu memang bulan suci ramadhan tapi aku bosan, aku bosan
selalu ditanya oleh pertanyaan-pertanyaan yang membuat ku tak ingin kembali ke rumah.
Saat itu bedug Magrib telah berkumandang,
saat buka puasa telah tiba. Sendiri, dan
tak ada yang peduli. Dan saat itulah aku akan dihujani oleh 1000 pertanyaan
yang membuatku serasa tak berguna. “adikmu kemana Dis?” Aku tak memperdulikan
pertanyaan itu. “adikmu sudah buka puasa belum Dis?”
Yah, memang aku anak
tertua. Tetapi apakah kodratku itu adalah anak yang tak penting di mata ibuku.
Kenapa setiap detik, tiap menit ibu hanya mengingat adikku saja, sedangkan aku
ia biarkan.
Sampainya di rumah dalam
kondisi basah kuyup dan kedinginan. Ku lihat ibu sedang duduk di depan rumah,
aku pikir dia menunggu kepulanganku, tetapi ternyata tidak. Dia tak
memperdulikan aku yang basah kuyup kehujanan. Aku hanya ingin dia peduli
padaku. Setidaknya bertanya sudahkah aku berbuka puasa atau dari mana aku? Atau
menyuruhku untuk segera mandi atau apalah sekiranya hanya untuk menyambut
kedatanganku. Aku hanya mampu diam. Mungkin ini memang nasibku. Aku pun
bergegas mandi dan mengganti bajuku. Setelah itu aku mencari makan untuk berbuka
puasa, tapi tak ada sedikitpun makanan yang bisa ku makan untuk berbuka puasa.
Aku memilih diam dan masuk ke kamar. “Jikalau makanan habis olehku pasti aku akan
dimarahi habis-habisan, tapi saat aku belum makan adakah yang tahu?”
Aku hanya menangis dan melanjutkan untuk sholat magrib.
Jika suatu hari nanti hati
ini bertanya pada perasaan, tanpa berpikir panjang aku akan menjawabnya dengan
seluruh air mata yang pernah jatuh karena ibuku. “adakah yang peduli padaku?”
aku akan menjawabnya “TIDAK ADA”. Dan
jika suatu hari nanti mata hati ini bertanya, ”siapa yang aku benci dan aku
sayangi di dunia ini?” Jawabannya hanya satu yaitu ” IBU”
Aku menyayangi ibuku
karena memang dialah ibuku, tapi aku juga membencinya karena dia tak pernah
peduli padaku. Aku berusaha menerima pernyataan pahit ini , tapi rasa benciku
tak bisa ku lawan. Akhirnya aku putuskan untuk pergi dari rumah.
Tiga hari berlalu. Aku tak
pernah menginjakkan kakiku kembali ke rumah. Tapi aku tak bisa berbohong kalau
sebenarnya aku merindukan ibuku. Aku pun pulang untuk mengambil baju dan
kebutuhanku. Sungguh tak ku sangka kalau ibuku benar-benar tak peduli padaku.
Melihat aku pulang, ia pun hanya diam tanpa
ingin tahu keberadaan ku selama ini. Tak kuasa aku melihat perlakuan ibu
padaku. Akhirnya setelah mengemasi barang-barangku, aku pergi lagi dengan air
mata yang terus menetes ke pipiku.
“Ibu, sehina itu kah aku di matamu”. Itu terakhir kalinya aku
menginjakkan kakiku kembali ke rumah. Aku berjanji pada diriku bahwa aku tidak
akan mengingat kalau aku pernah punya seorang ibu dan keluarga.
Tiga tahun pun berlalu …
Aku senang dengan hidupku saat ini. Jauh dari ibu. Aku tahu ibu pasti
sudah bahagia tanpa aku di kehidupannya. Terbukti bahwa selama tiga tahun
terakhir ini dia tak pernah mencariku. Dan saat ini aku sudah sukses menjadi
seorang penulis.
Hingga suatu hari aku mengikuti sebuah motivatoring. Saat itu mengambil
tema “Renungan ibuku”. Saat itu juga aku ditanya “sayangkah kau pada ibumu?”
Munafik kalau aku menjawab Ya, tapi aku sungguh tak bermaksud untuk membenci
ibuku. Dan di depan semua orang aku menjawab Tidak. Semua mata tertuju padaku. Aku
pun berdiri dan memberikan satu kisah hidupku pada mereka sekaligus menjadi
penjelasan atas jawabanku. Semuanya menangis. Tumpahan air mata yang justru
membuatku semakin sadar ternyata aku juga membutuhkan ibuku.
Aku menutup mataku atas
ibuku, tapi sejujurnya aku menyayangi dia, aku rindu pada ibuku. Rindu di belai
tangannya, rindu akan kasih dan sayangnya. Pertanyaan untuk ibuku “Ibu, ingatkah
ibu padaku? Rindukah ibu padaku?” dan kemudian aku larung secarik kertas. Yang
harapannya ibu akan tahu bahwa aku begitu menyayangi dia, aku merindukan kasih
sayangnya. Aku juga peduli pada ibuku.
Sedih ka:') aku kira cmn aku doang yg ada di posisi ini
BalasHapus