Kamis, 20 November 2014

Little Angel

Terlahir sebagai anak pertama itu bagiku adalah sebuah kesalahan besar. Awalnya memang aku mempunyai seorang kakak kandung, namun ia tidak mampu bertahan ketika bayi. Karena hal itu takdir yang seharusnya aku terlahir sebagai anak kedua menjadi tidak berlaku. Aku iri pada teman-temanku yang rata-rata mereka mempunyai seorang kakak, hanya aku yang tak punya. Mungkin menyenangkan berbagi dengan seorang kakak yang jauh lebih dewasa. Tanpa kakak aku merasa sendiri, tanpa seorang teman. Karena begitu terobsesi punya seorang kakak, aku mengenal seorang laki-laki yang umurnya 10 tahun lebih tua dariku dan sikapnya pun lebih dewasa. Aku menganggapnya kakakku, walaupun bukan kakak kandung tapi aku senang.

Dulu aku sering menghabiskan waktuku dengan kakak. Setiap aku punya masalah sekecil apapun aku selalu memberi tahu kakakku. Kata orang kami begitu kompak, bagiku kakak adalah orang tua keduaku. Karena dia sangat mengerti aku. Akulah malaikat kecil kakakku. Kakak pernah bilang kalau selelah apapun dia kalau sudah bertemu denganku lelahnya seketika hilang. Itu artinya aku benar-benar seorang malaikat penghibur baginya. Setiap manusia pasti melewati masa kanak-kanak, remaja, dewasa, lalu tua. Kini kakakku mulai beranjak dewasa. Ia juga mulai mengenal cinta dan wanita. Saat ini kakakku mulai masuk kuliah. Aku tahu pasti akan sangat jarang kakak bermain dan tertawa lagi bersamaku. Kulihat sepulang kuliah kakak sudah asyik dengan laptopnya, kakak juga marah kalau aku menganggunya. Aku takut kalau kakakku memarahiku. Pernah ketika aku memintanya untuk membelikan aku ice cream, tetapi kakak justru membentakku. Seumur-umur aku mengenal kakak belum pernah aku dibentak seperti itu. Aku lari dan menangis. Tiba-tiba kakak berdiri di sampingku dan memelukku. Aku rindu dipeluk kakakku. Aku mulai tenang dan berhenti menangis. Akhirnya sebagai tanda maafnya, kakak mengantarku membeli ice cream dan jalan-jalan. Hari ini aku sangat senang. Sudah lama kakak tak mengajakku jalan-jalan terakhir saat liburan sekolah tahun lalu, karena selanjutnya kakak harus fokus pada ujiannya. Sampai saat ini kakak baru mengajakku kembali. Malam harinya aku membiarkan kakak bersemedi di kamarnya, menyelesaikan tugas-tugasnya. Bukan berarti kalau kakakku sibuk dengan tugas kuliahnya aku bebas berbuat apapun. Segudang peraturan dan larangan dari kakakku harus aku lakukan. Aku anggap itu cara kakak menunjukkan perhatiannya padaku. Tetapi semakin lama semakin aneh dan serba dilarang, aku mulai bosan. Aku benci diatur-atur. Lama kelamaan satu demi satu peraturan aku langgar. Awalnya tak berpengaruh, lalu tak ketahuan oleh kakak, ia juga tidak memarahi aku, akhirnya aku mulai terbiasa melanggar aturan kakakku. Aku mulai keras kepala dan susah diatur. Bagi seorang remaja, masa SMA adalah masa dimana pergaulan bebas sangat mudah untuk dijajahi. Itulah masaku, masa putih abu-abu. Mengetahui sikapku yang mulai liar kakak jadi sering menghukumku. Ketika itu aku mendengar kakak sedang mengobrol dengan seorang wanita melalui telepon. Dari caranya berbicara kakak begitu perhatian pada wanita itu. Aku mencoba mencari tahu apa yang sedang dirahasiakan kakak padaku, biasanya rahasia apapun kakak selalu bicara padaku. Kejadian yang dialaminya seharian penuh juga ia ceritakan padaku. Dia bilang “Adek kan malaikat kecil kakak, jadi adek pasti bisa mengerti kakak.” Kali ini tak seperti biasanya. Saat aku menemui kakak, baru kali ini aku lihat kakak membawa teman ke rumah. Tapi ini justru momen untuk cari tahu tentang sikap kakakku. Setelah melalui beribu pertanyaan akhirnya terjawab sudah, ternyata kakakku mulai mendekati seorang wanita. Dan wanita yang saat itu mengobrol lewat telepon bersama kakakku itu pacarnya. Detik itu juga aku langsung lemas, aku tak mampu membayangkan kalau ternyata kakakku mulai bosan memiliki malaikat kecil seperti aku, dia sekarang mencari malaikatnya yang lain. Aku menahan air mataku. Semenjak aku tahu bahwa kakakku punya cinta, aku menjauhi dia. Aku ingin menjauh darinya dengan caraku daripada suatu hari nanti kakak yang jauh dariku tanpa aku sadari. Aku mencoba menata diri, kini apa yang aku takutkan terjadi. Kakak yang dahulu meluangkan waktu barang semenit kini tidak untuk semenit menegur sapa pun tak pernah. Aku termenung seorang diri, kembali ke masa di mana aku tak punya seorang kakak. Gelap gulita aku menahan rasa takutku. Tak ada setitik cahaya, biasanya saat seperti ini pasti ada sosok kakak di sampingku menenangkan aku yang takut pada gelap malam. Tiba-tiba kudengar suara pintu kamarku terbuka dan mulai terlihat seberkas cahaya lilin datang menghampiriku. Masih dengan air mata yang menetes jatuh ke pipiku, aku perlahan menoleh pada pintu dengan menahan rasa takutku yang saat itu sudah di puncak ketakutanku. “Kakak! Itu benar kakakku. Aku bangkit dari rasa takutku menghampiri dan memeluk erat-erat kakakku. Perlahan rasa takutku mulai sirna. Di malam gelap itu satu kejadian yang paling mengesankan dan bermakna bagiku. Kakakku kembali. Sosok kakak yang ku rindukan selama ini kembali memelukku.Aku takut sendiri Kak! Aku harap kakak tetap di sini menemani aku. Jujur Kak, terakhir ini aku kehilangan kakak. Semenjak kakak sibuk dengan skripsi dan urusan kakak dengan Kak Wenda, kakak makin jauh dari aku Kak. Aku minta maaf selama ini aku membantah kakak tapi aku melakukan itu supaya kakak tahu kalau aku ingin lebih diperhatikan sama kakak, aku mohon kakak jangan cari malaikat kecil yang lain ya Kak. Kak Wenda malaikat kecil kakak kan saat ini. Dalam dekapan kakakku, aku menyerah saat itu. Aku hanya menundukkan kepala ketika kakak melepas dekapannya. Aku pikir dia akan pergi dan meninggalkan aku untuk yang kedua kalinya. Tak seharusnya aku bicara seperti itu. Tapi … aku salah kakak memang hanya terdiam tak mengubris perkataanku sama sekali, tapi dia diam bukan marah tapi diam tersenyum. Masih sempat dalam kondisi yang seperti itu dia tersenyum. Aku kesal tapi juga merasa lega. Seraya mengusap rambutku dengan manja, dia mengoda dan mengejek aku. Adikku sayang … maaf karena selama ini kakak menghilang. Kakak bukan pergi tapi bukan berarti juga kakak tidak kesal pada kamu. Memang saat ini kakak sedang sibuk, karena kakak harus focus menyelesaikan kuliah kakak yang tinggal beberapa bulan ini. Kakak pikir dengan kakak sibuk kamu justru bisa menghabiskan waktu untuk bersenang-senang, bukankah kamu merasa bosan dengan aturan dan larangan dari kakak, maka dari itu kakak memberi kebebasan sama kamu. Kalau tentang Kak Wenda. Kakak minta maaf sebelumnya belum sempat cerita sama adek. Tapi tanpa diberi tahu sekalipun kamu tetap mengetahuinya kan. Malaikatku ini kan canggih! Sampai kapanpun malaikat kecil kakak tetap adek, karena adek kakak kan cuma kamu. Malam itu berakhir pula dengan senyuman … * * * Akhirnya kakakku wisuda ….. Kakak berhasil menyelesaikan kuliahnya, sedangkan aku masih putih abu-abu. Kakak pun mulai bekerja di sebuah perusahaan. Gaji pertama kakak, kami bingkai untuk kenang–kenangan. Lama tak kudengar kabar tentang Kak Wenda. Mugkin sekarang Kak Wenda juga sedang sibuk dengan urusannya sama seperti kakakku. Pemikiranku salah. Ternyata kakak dan Kak Wenda sudah lama putus. Yang ku tahu hubungan mereka baik-baik saja. Kakak juga tidak pernah terlihat kepikiran akan hal itu, mungkin mereka putus baik-baik atau ini karena sikapku yang kekanak-kanak saat itu. Kakak pernah bilang ia rela kehilangan orang yang dicintainya kalau orang itu membuat kakak jauh dariku. Mungkin itu sebabnya. Kesimpulanku itu membuat aku terus kepikiran. Rasa bersalah menghantui aku. Betapa jahatnya aku kalau itu benar. Aku memang tak begitu mengenal Kak Wenda tapi saat pertama kali aku bertemu dengan Kak Wenda, dia ramah dan sabar. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ini peribahasa yang pantas untuk solusi masalahku. Beberapa hari berikutnya Kak Wenda datang berkunjung ke rumah. Ternyata penyebab putusnya hubungan kakak dengan Kak Wenda dikarena kesibukkan masing-masing. Tak butuh waktu lama untuk kakakku mencari cintanya. Kali ini kakak menceritakan wanita yang ia temui di karnaval. Namanya Kak Nova. Perkenalan mereka memang terbilang sangat singkat. Cinta pandang pertama kata kakakku. Asal bukan malaikat kecil kakakku tak jadi masalah untukku. Mereka pun menjalin hubungan. Kak Nova sangat baik padaku. Sering dia membelikan apa yang aku mau. Aku juga cocok dengan Kak Nova,t ak butuh waktu lama aku akrab dengannya. Sepulangnya kakak dari Jepang, dia langsung menikahi Kak Nova. Pernikahan itu membuat aku kehilangan kakakku. Meskipun sering kakak bilang kalau malaikat kecilnya tak akan terganti tapi apa itu berlaku saat dia menikah. Aku tinggal menunggu waktu. Awalnya kakak masih sering bermain denganku. Apapun permintaanku selalu ia turuti. Tapi itu tak berlangsung lama. Kak Nova melarangnya menghambur-hamburkan uang untuk memanjakan aku. Tapi itu tak jadi masalah untuk kakakku, hanya saat di depanku kakak bicara tak masalah. Ketika ia harus dituntut jujur, seribu alasan kakak menyakinkan Kak Nova. Huh … haruskah sikap tegas kakak hilang ketika bersama orang yang dia cintai. Berarti cinta merusak. Aku mengalah dan mencoba mengerti. Mungkin Kak Nova merasakan apa yang dulu pernah kurasakan ketika kakak masih bersama Kak Wenda. Saat ini kakak sudah punya hidupnya sendiri. * * * Hingga kakak benar-benar melupakan malaikat kecilnya ketika Kak Nova hamil. Waktunya habis untuk Kak Nova. Ia lupa pada malaikat kecilnya. Aku. Ketika aku punya masalah tak ada yang membela. Semua menyalahkan aku. Hanya kakak yang bisa mengerti aku. Tetapi dia hanya mengerti tak seperti dahulu yang sekaligus menghibur dan menasehati aku. Awalannya aku mencoba mengalah, tapi suatu ketika dalam kesendirian terbesit hal yang mulai membuatku benar-benar takut jauh dari kakakku. “Bagaimana kalau suatu saat nanti kakak punya seorang anak. Artinya kakak mempunyai malaikat kecilnya yang baru yang terikat darah dengannya. Aku tak rela. Sungguh aku tak mampu membayangkan hal itu akan terjadi suatu saat nanti”. Aku menangis. Jujur hanya bias pasrah. Setiap detiknya perasaanku selalu diusik dengan hal yang sampai saat ini aku terus berharap itu hanya ketakutanku yang berlebihan. Aku ingin membicarakan ini pada kakak tapi saat ini kakak sulit untuk dihubungi bahkan untuk menemuinya saja aku harus meminta persetujuan Kak Nova. Akhirnya aku pendam dalam-dalam pikiran ini sampai suatu hari nanti ini akan benar-benar terjadi. Yang pada akhirnya mau atau tidak itu pasti akan terjadi. Mungkin aku memang terlalu menginginkan kakak selalu ada untukku. Tapi apa masih pantas hingga ia memiliki keluarga aku masih menginginkan kasih sayangnya? Aku tak tahu. Yang ku tahu hanya mungkin saat aku merusak kebahagiaan kakak waktu bersama Kak Wenda masih hal yang bias dimaklumi tapi apa aku berhak merebut seorang ayah dari anaknya. Itu yang jadi bebanku saat ini. Kalau hanya demi keegoisanku aku merusak keluarga kakakku dan memisahkan dia dari istri dan anaknya apakah masih mungkin aku dianggap kakak seorang malaikat kecil. Tidak. * * * Sembilan bulan pun berlalu. Seorang bayi perempuan cantik menangis memecah keheningan rumah sakit. Semua tersenyum dan menangis haru. Aku terdiam. Dalam batinku aku berteriak kencang. Kini saatnya aku harus ucapkan selamat tinggal kakak, semoga kau bahagia. Mataku melirik kea rah kakakku. Dia tampak begitu bahagia, tanpa sedikitpun mengingatku. Tapi tak ku sangka kakak melihatku, tersenyum padaku. Haahh… kakak mendekatlah padaku, buatlah aku berubah pikiran untuk mengucapkan selamat tinggal padamu. Seketika itu juga jantungku berhenti berdegug. Kakak mengacuhkan aku. Dia kemudian masuk menemui Kak Nova. Aku memilih pergi dan berlalu dari tempat itu, dan ku putuskan menjauh dari kakakku mulai detik itu juga. Hari-hariku lalui tanpa semangat hidup. Setiap kesendirianku aku berharap menghilang dari bumi seketika itu juga. Andai saja…. Lama kelamaan aku jenuh. Aku melangkahkan kakiku ke rumah kakakku. Tak ku sangka aku disambut hangat oleh Kak Nova. Kak Nova aku boleh nggak ngelihat adik bayinya. Kak Nova tersenyum dan mengangguk. Duuuh.. lucunya bayi ini. Dia benar-benar seperti malaikat. Dalam tidurnya malaikat kecil ini begitu mengemaskan. Mirip seperti kakak. Kak Nova mengajakku mengobrol di ruang tamu, karena adik bayinya sedang tidur aku juga tak ingin menganggu. Kamu ini ya… kakak melahirkan kok nggak ditungguin. Sibuk ya sama sekolahnya. Ditanyai terus sama kakak kamu. Eh sekarang baru kelihatan. Tawa memecah keakraban kami berdua dan tiba-tiba terdengar mesin mobil dari luar. Tak lama setelah itu bel berbunyi. aku bergegas lari membukakan pintu, sosok tinggi, gagah, berdiri tepat di depan pintu. Kakaaaakk… aku memeluk erat kakakku. Aku rindu sekali padanya. Kami pun masuk. Ketika aku dan kakak sedang asyik mengobrol datang Kak Nova dan adik bayi. “sudah bangun rupanya. Tahu aja kalau ayahnya pulang,” kataku. Tawa kembali memecah keheningan. Aku tak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Memandang adik bayi itu aku sadar kalau aku memang terlalu egois. Kakak … boleh tidak aku gendong adik bayinya kan aku sudah lama pengen gendong adik bayi. Dalam kehangatan pelukkanku. Aku terus berharap anak ini akan mengerti akan ayahnya, seperti aku yang terus belajar mengerti kakakku. Aku memandangi malaikat kecil kakakku. Dia pantas menjadi malaikat baru buat kakakku. Kini sudah saatnya aku benar-benar mengalah. Tak seharusnya aku menyalahkan dan membenci anak yang tak tahu apapun ini. Aku pikir tidak akan aku terus kecil. Aku akan tumbuh menjadi remaja hingga dewasa dan menjadi tua. Jadi aku layak untuk digantikan oleh adik bayi ini. Dia memang sudah seharusnya menjadi malaikat kecil kakakku bukan aku yang kini menjadi remaja dan akan terus tumbuh. Mataku berkaca-kaca. Seraya ku kecup kening adik bayi itu. Dalam hatiku berbisik, selamat datang malaikat kecil. Jaga selalu kakakku ya… aku memandang kakak dan tersenyum. Terima kasih kak! * * * THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar